Berbagai kasus pencemaran  lingkungan dan memburuknya kesehatan masyarakat yang banyak terjadi  dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari berbagai kegiatan industri,  rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal ini disebabkan  karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut kurang serius. berbagai  teknik pengolahan limbah baik cair maupun padat unutk menyisihkan bahan  polutannya yang telah dicoba dan dikembangankan selama ini belum memberikan  hasil yang optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan  suatu metode penanganan limbah yang tepat, terarah dan berkelanjutan.  Salah satu metode yang dapat diaplikasikan adalah dengan cara BIO-PROSES,  yaitu mengolah limbah organik baik cair maupun organik secara biologis  menjadi biogas dan produk alternatif lainnya seperti sumber etanol dan  methanol. Dengan metode ini, pengolahan limbah tidak hanya bersifat  “penanganan” namun juga memiliki nilai guna/manfaat. 


Teknologi pengolahan  limbah baik cair maupun padat merupakan kunci dalam memelihara kelestarian  lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah cair dan limbah  padat baik domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan  dan dipelihara masyarakat setempat. Jadi teknologi yang dipilih harus  sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Salah satu limbah  yang akan kita bahas di sini adalah limbah cair dari produksi tahu.  
Tahu adalah salah  satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang  Indonesia. Proses produksi tahu menhasilkan 2 jenis limbah, limbah padat  dan limbah cairan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan  ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Pada umumnya,  limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair  dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair pabrik tahu ini memiliki  kandungan senyawa organik yang tinggi. Tanpa proses penanganan dengan  baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber  penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan  estetika lingkungan sekitar. 
Banyak pabrik tahu  skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki proses pengolahan limbah  cair. Ketidakinginan pemilik pabrik tahu untuk mengolah limbah cairnya  disebabkan karena kompleks dan tidak efisiennya proses pengolahan limbah,  ditambah lagi menghasilkan nilai tambah. Padahal, limbah cair pabrik  tahu memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang memiliki potensi  untuk menghasilkan biogas melalui proses an-aerobik. Pada umumnya, biogas  mengandung 50-80% metana, CO2, H2S dan sedikit air, yang bisa dijadikan  sebagai pengganti minyak tanah atau LPG. Dengan mengkonversi limbah  cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi  dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatannya dengan  mengurangi konsumsi bahan bakar pada proses pembuatan tahu.
Biasanya biogas dibuat  dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan  ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair.  Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak  berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam  tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana  sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan  gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3  (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1  US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau  4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5  anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari.   
Bahan baku yaitu  limbah tahu cair menjadi Biogas 
Sebagian besar limbah  cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental  yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini  mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah  cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu  sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah  cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses,  pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai.  Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuat tahu kira-kira  15-20 l/kg bahan baku kedelai, sedangkan bahan pencemarnya kira-kira  untuk TSS sebesar 30 kg/kg bahan baku kedelai, BOD 65 g/kg bahan baku  kedelai dan COD 130 g/kg bahan baku kedelai (EMDI & BAPEDAL, 1994).
Pada industri tempe,  sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan  kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah  cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit,  selaput lendir dan bahan organik lain). 
Industri pembuatan  tahu dan tempe harus berhati-hati dalam program kebersihan pabrik dan  pemeliharaan peralatan yang baik karena secara langsung hal tersebut  dapat mengurangi kandungan bahan protein dan organik yang terbawa dalam  limbah cair. 
Penerapan Prinsip  3R pada Proses Pengolahan Limbah Tahu 
Reduce :
- Pengolahan    Limbah Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum  dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar  bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau  bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)  merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi  yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan  secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama  untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan  waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. - Pengolahan    Limbah Secara Kimia
Pengolahan air buangan  secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel  yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor,  dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang  diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung  melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan  menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa  reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
- Pengolahan    Limbah Secara Biologi
Semua air buangan  yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder,  pengolahan secara nbiologi dipandang sebagai pengolahan yang paling  murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai  metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor  pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: 
 
- Reaktor      pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
- Reaktor      pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor  pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam  keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung  dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan  berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.  Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch  mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai  85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.  Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai  kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek  (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi  melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan  penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Reuse :
Limbah yang dihasilkan  dari proses pembuatan tahu dapat digunakan sebagai alternatif pakan  ternak. Hal tersebut dilakukan karena dalam ampas tahu terdapat kandungan  gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat  (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan  air (10,43 persen). Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran  lingkungan, khususnya perairan. 
Recycle :
Larutan bekas pemasakan  dan perendaman dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air  pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan  tahu yang terbentuk dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein  yang terbawa dalam air dadih.
MATERI
Perombakan (degradasi)  limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan  gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara  aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan  udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan  udara luar. 
Biasanya biogas dibuat  dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan  ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair.  Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak  berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam  tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana  sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan  gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3  (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1  US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau  4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5  anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari. 
Proses dekomposisi  limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Proses  dekomposisi melibatkan beberapa mikroorganisme baik bakteri maupun jamur,  antara lain :
Bakteri selulolitik  bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan  akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada  proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida,  air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa  karbondioksida, etanol dan panas.
Bakteri pembentuk  asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat,  propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer  kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan  suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam  pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.
Golongan bakteri  ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap  ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak  boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.
BIAYA
* Biaya Langsung
Biaya bahan baku  : Kacang Kedelai, mikroorganisme atau bakteri pendukung proses pengolahan   
* Biaya tidak Langsung  : upah pekerja, perawatan peralatan. 
ENERGI
Penggunaan limbah  tahu cair sebagai bahan baku pembuatan biogas memanfaatkan bahan-bahan  yang dapat diperbaharui seperti penggunaan bakteri atau mikroorganisme  pada proses pengolahannya. Sehingga pada proses pengolahan tersebut  dapat mengemat energi. 
PRODUK BARU
Produk yang dihasilkan  dari pengolahan limbah tahu cair adalah biogas. Bio gas sangat bermanfaat  bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai  bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec,  suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan  lain-lain. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi  oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran  lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan  98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga  layak di buang ke sungai. Bio gas secara tidak langsung juga bermanfaat  dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya  alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya  alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu  yang lebih lama lagi.