Sabtu, 04 Juni 2011

Memanfaatkan Limbah Tahu Menjadi Pestisida Organik dan Pupuk Organik Cair



Banyak cara telah diupayakan untuk meningkatkan kesuburan tanah kita diantaranya adalah diproduksinya berbagai produk yang berlabel organik diantaranya adalah POC (pupuk organik cair) dan pestisida organik. Hal ini dilakukan juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida kimia. Pembuatan berbagai produk organik diarahkan supaya mengutamakan pemanfaatan limbah bahan lokal yang banyak tersedia di sekitar kita.
Salah satu contoh penggunaan bahan llimbah lokal adalah menggunakan limbah cair tahu. Limbah tahu dapat dipakai sebagai pupuk dan pestisida bahkan fungisida organik dengan bantuan tambahan dari bahan yang lain, diantaranya adalah menggunakan bahan empon-empon atau tanaman herba melalui proses fermentasi. Sedangkan limbah cair tahu banyak mengandung sisa protein dan asam cuka sehingga mampu mendukung efektifitas fermentasi.
   
Bahan yang digunakan :
  1. Air limbah tahu 70 liter
  2. Air kelapa 30 liter
  3. Alkohol 70% 1 liter
  4. Temu lawak 4 kg
  5. Sereh 1 kg
  6. Dekomposer (EM) 2 liter. 
Cara pembuatannya :
  1. Cuci bersih semua tanaman herba lalu lakukan penghancuran dengan pemblenderan atau penggilingan
  2. Masukkan dalam air limbah tahu yang sudah dimasukkan dalam drum plastik ukuran 100 liter
  3. Kemudian tambahkan alkohol dan dekompuser (EM)
  4. Kemudian ditutup dan disimpan selama 10 hari.
  5. Bila larutan berbau menyengat pertanda bahwa pupuk dan pestisida organik jadi dan bila belum menyengat ada kemungkinan reaksi fermentasi belum sempurna atau tidak jadi.
  6. Sebagai catatan bahan tersebut di atas tidak menggunakan asam cuka karena limbah tahu sudah mengandung asam cuka (kecutan) dan untuk meningkatkan efektifitas pestisida dan fungisida organik bisa ditambahkan berbagai macam tanaman herba misal kunir, daun mindi, dll. 
 
Cara penggunaan :
  1. 1 liter bahan dilarutkan dengan 10 liter air (Perbandingan 1:10)
  2. Kemudian disemprotkan pada tanaman secara merata pada pagi atau sore hari
  3. Pupuk dan pestisida ini dapat digunakan untuk tanaman padi, jagung, kedelai, buah dan sayuran.

Memanfaatkan Limbah Tahu Menjadi Biogas

Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal ini disebabkan karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut kurang serius. berbagai teknik pengolahan limbah baik cair maupun padat unutk menyisihkan bahan polutannya yang telah dicoba dan dikembangankan selama ini belum memberikan hasil yang optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu metode penanganan limbah yang tepat, terarah dan berkelanjutan. Salah satu metode yang dapat diaplikasikan adalah dengan cara BIO-PROSES, yaitu mengolah limbah organik baik cair maupun organik secara biologis menjadi biogas dan produk alternatif lainnya seperti sumber etanol dan methanol. Dengan metode ini, pengolahan limbah tidak hanya bersifat “penanganan” namun juga memiliki nilai guna/manfaat. 




Teknologi pengolahan limbah baik cair maupun padat merupakan kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah cair dan limbah padat baik domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara masyarakat setempat. Jadi teknologi yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Salah satu limbah yang akan kita bahas di sini adalah limbah cair dari produksi tahu.  
Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Proses produksi tahu menhasilkan 2 jenis limbah, limbah padat dan limbah cairan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair pabrik tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar. 
Banyak pabrik tahu skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki proses pengolahan limbah cair. Ketidakinginan pemilik pabrik tahu untuk mengolah limbah cairnya disebabkan karena kompleks dan tidak efisiennya proses pengolahan limbah, ditambah lagi menghasilkan nilai tambah. Padahal, limbah cair pabrik tahu memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-aerobik. Pada umumnya, biogas mengandung 50-80% metana, CO2, H2S dan sedikit air, yang bisa dijadikan sebagai pengganti minyak tanah atau LPG. Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar pada proses pembuatan tahu.
Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari.   
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.    
Bahan baku yaitu limbah tahu cair menjadi Biogas 
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuat tahu kira-kira 15-20 l/kg bahan baku kedelai, sedangkan bahan pencemarnya kira-kira untuk TSS sebesar 30 kg/kg bahan baku kedelai, BOD 65 g/kg bahan baku kedelai dan COD 130 g/kg bahan baku kedelai (EMDI & BAPEDAL, 1994).
Pada industri tempe, sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain). 
Industri pembuatan tahu dan tempe harus berhati-hati dalam program kebersihan pabrik dan pemeliharaan peralatan yang baik karena secara langsung hal tersebut dapat mengurangi kandungan bahan protein dan organik yang terbawa dalam limbah cair. 
Penerapan Prinsip 3R pada Proses Pengolahan Limbah Tahu 
Reduce :
  • Pengolahan Limbah Secara Fisika


Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
  • Pengolahan Limbah Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
  • Pengolahan Limbah Secara Biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara nbiologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: 

    • Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
    • Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Reuse :
Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak. Hal tersebut dilakukan karena dalam ampas tahu terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen). Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan. 
Recycle :
Larutan bekas pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein yang terbawa dalam air dadih.
MATERI
Perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar. 
Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari. 
Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa mikroorganisme baik bakteri maupun jamur, antara lain :
  • Bakteri selulolitik
Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa karbondioksida, etanol dan panas.
  • Bakteri pembentuk asam
Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.
  • Bakteri pembentuk metana
Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.
BIAYA
* Biaya Langsung
Biaya bahan baku : Kacang Kedelai, mikroorganisme atau bakteri pendukung proses pengolahan   
* Biaya tidak Langsung : upah pekerja, perawatan peralatan. 



ENERGI
Penggunaan limbah tahu cair sebagai bahan baku pembuatan biogas memanfaatkan bahan-bahan yang dapat diperbaharui seperti penggunaan bakteri atau mikroorganisme pada proses pengolahannya. Sehingga pada proses pengolahan tersebut dapat mengemat energi. 

PRODUK BARU
Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah tahu cair adalah biogas. Bio gas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga layak di buang ke sungai. Bio gas secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.  
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.  Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Memanfaatkan Limbah Tahu Menjadi Nata de Soya


Cilacap - Siapa sangka limbah industri tahu yang berpotensi menimbulkan pencemaran air sungai, ternyata bisa diolah menjadi makanan bermutu. Ya...limbah tahu bisa diolah menjadi "Nata de Soya", bahan makanan mirip agar-agar yang biasa digunakan sebagai campuran minuman segar.
Solusi pemanfaatan limbah menjadi bahan makanan ini dibagikan Pertamina Refinery Unit IV Cilacap kepada masyarakat di Kecamatan Cilacap Selatan dan Utara. Sebelumnya warga yang berkecimpung di industri tahu, telah mengecap pembangunan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang menghasilkan biogas.
Pelatihan pembuatan Nata de Soya diberikan pada pertengahan Februari lalu, di pendopo Kecamatan Cilacap Selatan. Kegiatan yang digelar RU IV bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) setempat itu diikuti puluhan ibu rumah tangga. Mereka antusias mengikuti pelatihan yang dibuka oleh Manager General Affairs  RU IV drg R Sutarno. Sebelum pelatihan dimulai, Sutarno  menyerahkan peralatan produksi kepada Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Cilacap Tetty Suwarto Pamudji yang kemudian diserahkan kepada perwakilan dari peserta.
"Kami berharap pelatihan ini bisa menjadi bekal keterampilan ibu ibu sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat,"jelas Sutarno dalam sambutannya. Agar berkelanjutan, peserta pelatihan akan dibentuk menjadi beberapa kelompok usaha binaan Pertamina.
Pelatihan diawali dengan presentasi mengenai lingkungan oleh Anjas petugas dari BLH Kabupaten Cilacap, dilanjutkan presentasi mengenai pembuatan Nata de Soya oleh  Slamet dari Universitas Jenderal  Soedirman Purwokerto.
Nata de Soya  merupakan salah satu jenis nata yang berasal dari air limbah tahu dan tempe, memiliki komponen utama nutrisi berupa makanan berserat tinggi atau berunsur selulosa. Pembuatan  Nata de soya tergolong mudah, dengan mengembangkan bakteri Acetobacter xylinum di air limbah tahu dengan rasio satu berbanding lima antara bibit bakteri dan limbah tahu atau tempe.
Limbah cair tahu atau tempe terlebih dahulu disaring, lalu direbus dan didinginkan. Setelah dingin, dilakukan inokulasi dengan Acetobacter xylinum, yang menggunakan protein dan karbohidrat sebagai sumber energi untuk berkembang biak. Dalam masa inkubasi, dihasilkan nata-artinya krim-berupa lembaran lapisan  padat seperti agar-agar di permukaan cairan pemeliharaan. Setelah itu, bahan padat itu dipotong-potong berbentuk kotak seperti nata de coco (dari air kelapa), kemudian dicuci dan direndam. Berikutnya, nata dimasak atau direbus, dan akhirnya dikemas untuk dipasarkan.

 

Selasa, 24 Mei 2011

Memanfaatkan Limbah Batang Tembakau Menjadi Pestisida Alami


Tembakau umumnya dikenal sebagai bahan baku rokok.  Belum banyak yang mengetahui bahwa batang tembakau dapat dimanfaatkan sebagai pestisida dan bahan kompos.  Padahal limbah batang tembakau setelah panen cukup melimpah. Sebuah kelompok tani berinisiatif memanfaatkan limbah tersebut untuk mengatasi hama yang menyerang tanaman sayuran.

Caranya cukup mudah, hanya dipotong kecil-kecil kurang lebih 2 cm, dijemur hingga kering  kemudian dihancurkan dengan blender atau mesin pencacah hingga menjadi tepung.  Selanjutnya dibuat larutan. Pestisida nabati berbahan baku limbah batang tembakau yang digunakan selama percobaan menunjukkan hasil yang hampir sama dengan insektisida kimia sintetis untuk menekan hama penting tanaman bawang merah, tomat dan cabe. Kini, setelah panen tembakau petani Suralaga dapat bertanam sayuran tanpa dipusingkan lagi oleh hama tanaman.
Kelompok tani yang terlibat dalam kegiatan ini cukup antusias untuk mengembangkan pestisida dan kompos berbahan baku batang tembakau . Mereka bahkan berencana mengembangkan pestisida dan kompos berbahan baku batang tembakau secara komersial mengingat berlimpahnya limbah tersebut di lokasi mereka.
Penggunaan pestisida nabati sangat dianjurkan karena ramah lingkungan. Bahan baku juga relatif mudah diperoleh. Pembuatannya cukup sederhana dan tidak membutuhkan banyak biaya. Namun demikian perlu diperhatikan keterbatasannya seperti daya tahan pestisida nabati yang singkat karena sangat mudah berubah dan terurai. Untuk itu volume aplikasi harus direncanakan dengan cermat agar efisien.  Di samping itu, konsentrasi larutan yang dihasilkan tidak konsisten karena sangat tergantung pada tingkat kesegaran bahan baku.

Selain tembakau, beberapa tanaman lain berpotensi pula sebagai bahan pestisida nabati, antara lain nimba, serai wangi, bakung, mindi, dan bunga krisan. Nimba dapat digunakan untuk mengendalikan OPT seperti Helopeltis sp, tungau jingga (Erevipalpis phoenicis), ulat jengal (Hyposidra talaca),Fusarium oxysporum, dan lain-lain. Serai wangi dapat mengendalikanTribolium sp, Sitophilus sp, Callosobruchus sp, Meloidogyne sp, danPseudomonas sp. Bakung dapat digunakan sebagai pengganti pestisida yang berfungsi sebagai bakterisida dan virisida. Mindi biasa digunakan sebagai bahan baku sabun. Tanaman ini dapat berfungsi sebagai insektisida, fungisida, dan nematisida. Demikian juga bunga krisan dapat digunakan sebagai insektisida, fungsida dan nematisida.